Header Ads

test

Kepemimpinan Madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Kepemimpinan Madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Madrasah merupakan lembaga yang sudah lama berkembang yang bersifat komplek dan unik. Bersifat komplek karena madrasah sebagai organisasi yang di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedangkan unik bahwa madrasah sebagai lembaga memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan madrasah memiliki karakter tersendiri di mana terjadi proses belajar mengajar dan tempat terselenggaranya pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama, juga berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, madrasah merupakan sekolah umum yang berciri khas Islam.  Dari madrasah pula akan dapat diciptakan sumber daya manusia yang siap dan mampu berkompetisi dengan situasi lokal maupun global yaitu melalui pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan mempunyai peran yang sangat upayas sebagai agen dalam perubahan sosial.

Dengan peran dan sifatnya yang komplek dan unik tersebut, madrasah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan madrasah adalah keberhasilan kepala madrasah. Kepala madrasah yang berhasil adalah apabila mampu memahami keberadaan madrasah sebagai organisasi yang komplek dan unik serta mampu melaksanakan peranan kepala madrasah sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin madrasah.

Kepemimpinan merupakan pembahasan yang menarik, karena ia merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi gagal atau berhasilnya sebuah lembaga (organisasi).  Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya sebuah lembaga sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpnan. Yang meliputi ; (1) Kemampuan yang berkaitan dengan kemanusiaan (human skill), (2) kemampuan yang berkaitan dengan konsep/ilmu pengetahuan (conseptual skill), (3) kemampuan yang berkaitan dengan metode/teknik (techical skill).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Fred M. Hecniger’s yang dikutip oleh Hasan Langgulung sebagai berikut : “Saya belum pernah melihat sekolah dengan kepala sekolah yang tidak bagus, atau sebuah sekolah yang tidak bagus dengan kepala sekolah bagus. Saya sudah melihat sekolah-sekolah yang tidak bagus berubah menjadi bagus dan sebaliknya sekolah yang sangat bagus menurun drastis menjadi tidak bagus. Pada masing-masing kasus, peningkatan atau penurunan kualitas sekolah tersebut dapat dijelaskan dari kualitas kepala sekolah (pemimpinya)”.

Beberapa pikiran di atas menunjukkan bahwa keberhasilan suatu sekolah sangat ditentukan oleh kecakapan dan gaya kepimpinan kepala sekolah, dalam hal ini adalah tercapainya tujuan yang ingin dicapai. Demikian juga kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan seharusnya mampu mempengaruhi, mengajak, mendorong, memerintah, membimbing, dan memaksa orang lain (guru) mau bekerja untuk mencapai tujuan.

Kepemimpinan yang diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh  menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses administrasi dan proses belajar mengajar. Kepala madrasah dikatakan sebagai pemimpin yang efektif bilamana kepala madrasah mampu menjalankan proses kepemimpinannya untuk mendorong, mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan dan tingkah laku kelompoknya.

Berbagai upaya harus dipikirkan dan dilaksanakan oleh kepala madrasah guna meningkatkan kualitas (mutu) pendidikan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Namun karena bidang pendidikan sangat luas cakupannya, maka perlu pembatasan pendidikan di sekolah. Di sekolah (begitu juga di madrasah) ada banyak faktor yang dapat menentukan kualitas (mutu) pendidikan dalam usaha pengembangan sumber daya manusia.

Mortimore, sebagaimana dikutip Hendyat mengemukakan ada beberapa faktor yang perlu dicermati agar kualitas (mutu) pendidikan di sekolah dapat ditingkatkan:  1) Kepemimpinan sekolah yang positif dan kuat, 2) Harapan yang tinggi, 3) Monitor terhadap kemajuan siswa, 4) Tanggung jawab siswa dan keterlibatannya dalam kehidupan sekolah, 5) Insentif dan hadiah, 6) Keterlibatan orang tua dalam kehidupan sekolah dan 7) Perencanaan dan pendekatan yang konsisten

Sedangkan konsep mutu dengan rumusan yang jelas serta konkrit menjadi sebuah keharusan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Secara sederhana mutu dapat dimaknai sebagai ukuran baik buruk suatu benda; kadar, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya); kualitas.  Menurut B. Suryobroto, konsep “mutu” mengandung pengertian makna derajat (tingkat) keunggulan satu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun intangible.  Pada awalnya konsep mutu banyak dipakai di lingkungan pabrik penghasil barang-barang nyata yang relatif mudah diukur “baik” atau “buruk”nya.

Lebih lanjut B. Suryobroto memberikan batasan pengertian mutu dalam konteks pendidikan yang mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.  Interpretasi yang lebih jelas dan operasional dari mutu pendidikan disampaikan oleh Depdiknas sebagai “the capacity of school as an institution to provide and utilize educational resources effectively so as toimprove learning capacity”.  Maksud dari pengertian ini diarahkan pada mutu lembaga pendidikan sebagai sebuah institusi yang harus memberikan dan memanfaatkan sumber-sumber pendidikan secara efektif sehingga dapat meningkatkan proses pembelajaran. Sumber-sumber dimaksud adalah seluruh komponen mulai dari input, proses pendidikan, komponen siswa, dan komponen hasil belajar (learning outcomes).

Pengertian di atas kemudian dijabarkan oleh Direktorat Dikmenum dalam kaitannya dengan komponen-komponen mutu pendidikan, antara lain: a) Siswa terkait dengan kesiapan dan motivasi belajarnya, b) Guru terkait dengan kemampuan professional, kemampuan personal, dan kemampuan social, c) Kurikulum terkait dengan relevansi content dan operasionalisasi proses pembelajarannya, d) Dana, sarana dan prasarana, terkait dengan kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran, e) Masyarakat terkait dengan partisipasinya dalam pengembangan program pendidikan di lembaga.

Sebagaimana dikutip Amin Widjaja, Gregory B. Hutchins menyatakan bahwa mutu  adalah: a) Kesesuaian/kecocokan dengan spesifikasi dan standar yang berlaku, b) Cocok/pas untuk digunakan (fitnes for use), c) Dapat memuaskan keinginan, kebutuhan dan pengaharapan pelanggan dengan harga yang kompetitif. 

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah ukuran baik buruk dalam pendidikan yang “tertuang” dalam bentuk kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. Dunia pendidikan sampai dengan abad 21 ini akan tetap menjadi kajian yang tak ada habis-habisnya, bahkan sampai pada akhir jaman nanti. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah banyak dilakukan dengan berbagai bentuk kebijakan dan inovasi yang dicetuskan. 

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun semuanya itu kembali kepada faktor manusia yang menjalankannya. Oleh sebab itu manusia yang berada di dalam lingkungan pendidikan harus berusaha menjadi professional.

Aktor kunci yang mengemban dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah adalah Kepala Madrasah sebagai Manajer Madrasah dan Guru sebagai Manajer Kelas. Kepemimpinan Kepala Madrasah yang kuat (demokratis) akan juga sangat mendukung karakter peningkatan mutu pendidikan. Kepemimpinan yang kuat ini meliputi beberapa kemampuan, antara lain: a) Kemampuan Manajerial, b) Kemampuan Memobilisasi, c) Memiliki otonomi luas.

Untuk melihat sejauh mana kepemimpinan seorang kepala madrasah bisa dikatakan kuat, Aan menjelaskan ada beberapa indikator yang bisa digunakan antara lain: a) Bisa dihubungi dengan mudah, b) Bersifat responsif kepada guru dan siwa, c) Responsif kepada orang tua dan masyarakat, d) Melaksanakan kepemimpinan yang berfokus pada pembelajaran, e) Menjaga agar rasio antara guru/siwa sesuai dengan rasio ideal.

Posisi upayas Kepala Madrasah sebagai pemimpin, organisator, manajer dan supervisor pendidikan tidak dapat dipungkiri lagi. Sebagai pemimpin, Kepala Madrasah harus dapat menerapkan orientasi kepemimpinannya sesuai dengan bawahan yang dipimpinnnya. Sebagai organisator, ia dituntut untuk menyusun struktur organisasi yang tepat, penempatan personel pada tempat yang tepat, jabatan pekerjaan dan tugas yang jelas, dan mekanisme kerja yang pasti dan tegas.
Sebagai Manajer, Kepala Madrasah harus dapat menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan sampai evaluasi dan pelaporan dengan lancar. Yang terakhir sebagai supervisor ia harus dapat membina, mengembangkan, memperbaiki, dan meningkatkan semua sumberdaya yang ada di sekolah demi peningkatan mutu pendidikan di sekolah (madrasah).




Sumber Bacaan; 
  • A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Jakarta : LP3NI, 1998)
  • Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, (Jakarta : LP3S, 1999)
  • Soewarno Handayaningrat, Pengantar Ilmu Studi Administrasi, (Jakarta : Haji Mas Agung, 1998)
  • Hasan Langgulung, Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1991)
  • E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003)
  • Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2003)
  • Hendyat Soetopo, Pendidikan dan Pembelajaran; Teori, Permasalahan dan Praktek, (Malang: UMM Press, 2005)

Tidak ada komentar